Catatan untuk Kabinet Kerja (Bagian I)

Lima Tantangan Menarik Menteri Ferry Mursyidan

| dilihat 2346

SALAH satu hal menarik yang perlu mendapat perhatian kita dalam Kabinet Kerja yang diumumkan Presiden Jokowi (Minggu, 26/10) adalah pembentukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang diamanahkan kepada Ferry Mursidan Baldan.

Ini adalah kementerian strategis dalam keseluruhan konteks pembangunan nasional, baik dengan titik berat laut maupun darat.

Banyak persoalan yang muncul disebabkan oleh dua hal ini: agraria dan tata ruang. Kementerian Agraria pernah dibentuk di era Presiden Soekarno (Orde Lama) dan Presiden Suharto (Orde Baru). Setelah menghilang sejak awal reformasi, Kementerian Agraris, muncul kembali di era pemerintahan Jokowi – JK, dengan aksentuasi kuat pada Tata Ruang.

Banyak persoalan telah berubah akibat reposisi kelembagaan yang berurusan dengan penataan agraria. Salah satu yang sangat menonjol adalah derasnya arus alih fungsi lahan, sejak dekade 70-an. Dampaknya adalah lahan produktif berkurang dan berdampak langsung terhadap produktivitas pertanian. Khasnya, ketika Presiden Suharto menggenjot industri (meski dengan embel-embel berbasis pertanian).

Di Jawa dan berbagai wilayah di tanah air, terjadinya alih fungsi lahan, tak hanya berdampak ekonomi, melainkan juga berdampak sosial dan budaya. Terutama karena terjadi proses perubahan dari era agraris dan era industri. Alih fungsi lahan yang tak disertai dengan rencana tata ruang atau konsistensi terhadap tata ruang, menyebabkan terjadinya degradasi parah terhadap kualitas lingkungan dan hutan.

Pada era Presiden Megawati dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kesadaran terhadap korelasi ruang dan agraris dalam keseluruhan konteks pembangunan mengemuka, seperti tercermin pada sejumlah Undang Undang, mulai dari Undang Undang terkait dengan Reforma Agraria, Tata Ruang Wilayah Nasional, Kehutanan, Mineral dan Batubara, dan lainnya. Tapi, manifestasi pelaksanaan undang-undang tersebut masih menghadapi beragam kendala dan persoalan di lapangan.

Terutama karena di setiap undang-undang yang berlaku tersebut, masih terkesan kuat adanya kepentingan-kepentingan parsial terkait dengan pertanahan, tata ruang, dan bahkan otoritas pengendaliannya.

Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan,  menghadapi tantangan yang menarik dan memberi ruang yang luas untuk memberikan landasan kuat bagi berlangsungnya proses sustainabilitas pembangunan, paling tidak hingga 2045. Saya mencatat, setidaknya, Menteri Ferry Mursyidan berpeluang untuk memusatkan perhatian kepada 5 hal utama. Yaitu: Reformasi Agraria berkeadilan – fungsional – proporsional, Revitalisasi lahan berbasis kebutuhan dasar, Reorientasi fungsi ruang untuk mengatasi kesenjangan antar wilayah, Konsolidasi tata ruang nasional (berkaitan dengan pewadahan terhadap pertumbuhan nasional dengan penguatan fundamental ekonomi lebih kokoh dan korelasinya dengan investasi), dan Refungsionalisasi Rencana Tata Ruang Nasional.

Paling tidak, ketika – katakanlah – orientasi Kabinet Kerja hendak mencapai lima hal pokok, yaitu: ketahanan pangan dan energi, peningkatan daya beli – perluasan kesempatan kerja dan berusaha, penguatan akses terhadap sosio habitus – termasuk pendidikan dan kesehatan --,  peningkatan pelayanan kepada rakyat, keberlanjutan reformasi terkait dengan transformasi sosial. Ujungnya: peningkatan kesejahteraan dengan pertimbangan orang berbanding lahan dan ruang.

Karakter (pesona persona) Menteri Ferry memungkinkan terjadinya sinergi simultan secara positif antara Kementerian Agraria & Tata Ruang - Kementerian Kehutanan & Lingkungan Hidup – Kementerian Pertanian  dan Kementerian Energi Sumberdaya Mineral, sebagai  simpul sinergi multi-dimensional. Kuncinya: konsisten terhadap fungsi ruang ! |

 

Editor : Web Administrator
 
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 248
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 344
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya
Energi & Tambang