Jumhur Kritik Penggunaan Dana BPJS Tenaga Kerja untuk Infrastruktur

| dilihat 2876

JUMHUR Hidayat, mantan Kepala BNP2TKI (Badan Nasional Penyalur dan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia) mengemukakan, dana BPJS-TK untuk pembangunan infrastruktur akan goncangkan dana titipan kaum pekerja Indonesia.

Dalam artikel yang ditulisnya pada rubrik kolom Republika.co.id, Sabtu : 24 Maret 2018, Jumhur mengomentari pernyataan Direktur Utama BPJS Tenaga Kerja, Agus Susanto, selepas menjumpai Wakil Presiden Jusuf Kalla, Rabu (21/3/18) yang akan menyisihkan dana sekitar Rp 73 Triliun untuk mendukung program pembanguan infrastruktur melalui penerbitan surat utang.

Menurut Jumhur, dana itu tentu besar sekali, atau sekitar 23% dari dana titipan kaum buruh/pekerja berupa uang iuran jaminan sosialnya yang sekarang berjumlah Rp. 320 Trilyun. Artinya, bila saja pelaksanaan penerbitan surat utang itu tidak hati-hati, maka akan menggoncangkan dana titipan kaum buruh/pekerja  Indonesia.

Jumhur menulis, sebagai salah seorang pimpinan DPP KSPSI yang membidangi Peningkatan Kesejahteraan Pekerja yang jumlah anggotanya sekitari 4 juta orang yang rutin membayar iuran BPJS-TK, kita belum bisa menerima begitu saja pernyataan Direktur Utama BPJS-TK di atas.

Menurut akal sehat, tulis mantan aktivis kampus, ini dana titipan kaum buruh/pekerja itu hanya boleh diputarkan atau dikembangkan untuk suatu kegiatan yang tingkat spekulasinya sangat rendah. Sementara itu, program infrstruktur yang sekarang dibangun, masih rancu alias belum jelas mana yang bakal untung dan mana yang bakal rugi.

Sementara untuk mengelola dana buruh/pekerja di BPJS-TK haruslah menguntungkan. Karena itu seperti selama ini dilakukan, sebagian besar dana itu dikembangkan melalui pembelian obligasi pemerintah atau deposito di bank-bank negara.

Dengan kata lain, ungkap Jumhur, pengelolaan dana BPJS-TK pada kedua cara itu hanya bisa merugi bila NKRI menuju bubar  atau bank-bank negara menuju bangkrut, yang mana hal tersebut sangat kecil kemungkinannya karena banyak entitas resmi yang mengawasi APBN maupun perbankan.

Secara umum memang baik bahkan perlu mengembangkan dana BPJS-TK agar mendapatkan yield atau perolehan pengembangan yang besar termasuk mengembangkannya dalam pembangunan infrastruktur.  Namun sekali lagi, bahwa proses pengembangan itu harus dilakukan dengan tingkat resiko yang sangat kecil.

Terkait perolehan yang besar dengan tingkat resiko yang sangat kecil ini sesungguhnya bisa dilakukan walau harus terlebih dulu membuat dasar hukumnya. Tentunya itu semua bisa terjadi kalau ada kemauan politik dari penguasa.

Dalam artikel yang cerdas, itu, selanjutnya Jumhur menulis:

Membangun infrastruktur dengan tingkat risiko pengembalian langsung yang kecil harus dihindari. Sebaliknya, bila merujuk kepada Presiden Joko Widodo yang mengatakan infrastruktur yang sudah untung, bisa dijual dan hasil penjualannya bisa membangun infrastruktur lainnya, maka sudah seharusnya BPJS-TK diarahkan untuk membeli infrastruktur model seperti itu.

Contoh gampangnya adalah kita mendukung bila BPJS-TK membeli jalan tol dalam kota Jakarta atau membeli Tol Cikampek Purwakarta atau membeli konsesi pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta atau Bandara Ngurah Rai atau membeli konsesi Pelabuhan JICT  Tanjung Priok atau Pelabuhan Belawan Medan dan sebagainya yang secara kasat mata saja sudah pasti untung besar karena pasarnya captive  dan sudah jelas.

Sebaliknya bila dana BPJS-TK dipakai untuk membiayai Tol Trans Sumatera dan berbagai ruas Tol lainnya yang belum jelas tingkat pengembaliannya atau membangun pelabuhan laut  yang belum jelas berapa kapal yang akan melabuh dan sebagainya maka kita jelas menolak karena ini bersifat spekulatif  dan berisiko tinggi yang bisa merugikan kaum buruh/pekerja Indonesia. 

Hal ini perlu ditegaskan lagi karena menjual konsesi pengelolaan infratruktur yang sudah jelas sangat menguntungkan kepada swasta murni apalagi asing sepertinya lebih didahulukan dari pada dijual dengan menggunakan dana-dana masyarakat yang terkumpul. 

Memaksakan memberi konsesi pengelolaan  JICT Tanjung Priok ke asing diduga kuat karena ada dana yang bisa diberikan kepada pembuat keputusan. Sementara kalau dijual ke masyarakat luas misalnya melalui dana di BPJS-TK,  Taspen, ASABRI dan sebagainya akan sulit mendapat dana kickback  atau “kongkalikong“ yang jumlahnya sangat besar, karena pengawasannya yang ketat.

Jadi jelas bahwa dalam soal beli-membeli konsesi infrastruktur yang sudah untung ini telah terjadi kerendahan moral dalam prosesnya, kecuali bila itu dijual menggunakan dana masyarakat luas.

Sementara itu, terkait dengan penerbitan surat utang untuk  pembangunan infrastruktur, ini sama halnya dengan menjadikan BPJS-TK selayaknya bank yang meminjamkan kredit. Ini bisa juga diartikan bahwa perbankan tidak mau memberi pinjaman pada pembangunan infrastruktur tertentu karena memang kelayakannya yang diragukan.

Kalau tidak diragukan, tentunya perbankan akan memberi pinjaman itu karena perbankan memiliki banyak dana. Ekspansi kredit yang beberapa tahun sebelumnya di atas 10% per tahun nyatanya dalam 2 tahun terakhir selalu di bawah 10%, yaitu 9% pada 2016 dan 8,24% pada 2017. Artinya perbankan memiliki cadangan dana yang cukup besar untuk berekspansi.

Atas dasar ini,  maka kita harus sangat berhati-hati dalam menggelontorkan dana BPJS-TK untuk pembangunan infrastruktur ini, kecuali memang pembangunan infrastruktur itu secara kasat mata pasti menguntungkan sekaligus tingkat resikonya sangat kecil.

Jadi jangan korbankan dana buruh/pekerja untuk kegiatan spekulatif, sebaliknya kerjakan saja dulu penjualan infrastruktur yang sudah menguntungkan agar mendapatkan dana segar.

Tapi sekali lagi harus diingat, jangan sembarang jual ke swasta atau asing, tapi jual ke dana titipan milik masyarakat seperti BPJS-TK atau sejenisnya. Kalau peraturan perundang-undangan belum mendukung, maka bisa dibuat aturan baru yang mendukung.

Sudah selayaknya aturan yang akan menguntungkan rakyat banyak, dibuat dengan seksama dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. |

 

Editor : sem haesy | Sumber : Republika.co.id
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1179
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 936
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1168
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1427
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1576
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya