Gobel : PMK Hewan Memukul Kedaulatan Pangan

| dilihat 815

MUSIM berqurban tahunan sebagai bagian dari pelaksanaan Idul Adha, segera tiba. Diperkirakan pada tanggal 9 - 10 Juli 2020.

Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel meminta pemerintah segera menanggulangi penyakit kuku dan mulut (PMK) yang kini sedang melanda hewan ternak milik rakyat.

“Bagi peternak sapi dan kerbau rumahan, kematian satu ternak sudah merupakan kiamat tersendiri,” serunya, sepekan lalu (Kamis, 9 Juni 2022).

Gobel mengungkapkan seruannya, ketika menerima dua orang perwakilan Perhimpunan Peternak Sapi dan Kebau Indonesia (PPSKI), drh Nanang Purus Subendro (ketua umum) dan Yudi Arif (bendahara umum).

Berdasarkan keterangan keduanya, dalam sebulan ini sudah 20 provinsi yang terpapar PMK.

“Jika satu sapi saja terpapar maka satu kandang dipastikan terpapar semuanya,” kata Nanang. Akibat serangan PMK ini, katanya, terjadi panic selling yaitu harga sapi turun drastis yang sangat merugikan petani.

Nanang mengatakan, jumlah peternak sekitar 5 juta orang dengan populasi sapi 18 juta ekor dan populasi kerbau 1,1 juta ekor. Menurutnya, PMK tak hanya bisa menyerang sapi dan kerbau tapi juga bisa menyerang domba, kambing, dan hewan lain.

Gobel mengatakan, bagi peternak sapi dan kerbau rumahan, hewan ternak merupakan harta terbesar yang dimiliki.

“Biasanya akan dijual saat ada hajatan atau untuk keperluan sekolah anaknya. Karena itu wabah PMK ini merupakan ancaman terbesar bagi masa depan keluarga,” katanya.

Gobel juga mengingatkan, kepemilikan hewan ternak sapi atau kerbau merupakan indikator tersendiri dalam mengukur kemiskinan masyarakat. Sehingga jika hewan ternaknya mati atau harganya jatuh maka keluarga peternak tersebut menjadi langsung jatuh miskin. “Jadi jangan meremehkan masalah ini,” katanya.

Serangan PMK, kata Gobel, juga sangat memukul upaya pemerintah untuk mengejar kedaulatan penyediaan pangan daging. Dari 12 bahan pokok pangan strategis, penyediaan daging sapi masih berwarna merah.

“Serangan PMK ini tentu akan makin menyulitkan upaya kedaulatan pangan daging sapi,” katanya.

Gobel mengingatkan, Indonesia telah bebas PMK sejak 1990. Sedangkan kasus pertama terjadi pada 1886. Perlu lebih dari satu abad untuk bebas PMK.

“Kejadian ini merupakan bentuk kesembronoan dalam tata laksana impor dari negara yang masih belum bebas PMK. Harus ada evaluasi serius mengapa ini bisa terjadi,” katanya.

Wakil rakyat dari Partai Nasdem ini meminta kepada pemerintah agar memberikan perhatian yang sungguh-sungguh seperti halnya dalam menghadapi pandemi Covid-19.

“Ini sama-sama serangan virus. Persebarannya juga sudah sangat meluas. Dan ini menyangkut nasib peternak dan juga soal kedaulatan pangan di tengah ancaman krisis pangan dunia,” katanya.

Untuk itu Gobel mengusulkan agar, pemerintah menyediakan anggaran untuk pemberian ganti rugi kepada peternak yang ternaknya terinfeksi PMK.

Gobel menyerukan, pemerintah segera melakukan vaksinasi massal terhadap ternak.

Selaras dengan itu, Bulog dan Badan Pangan Nasional segera menciptakan mekanisme penampungan daging dari ternak yang terinfeksi PMK.

"Lakukan pemusnahan terhadap ternak yang terinfeksi PMK, dan hentikan impor dari negara yang belum terbebas PMK. Jika dianggap perlu, keenam, segera tetapkan wabah PMK ini sebagai kejadian luar biasa,” ungkap Gobel dalam keterangan tertulisnya.

Sanitasi Kandang dan Perilaku Manusia

Latief, peternak Sapi, Kambing, dan Kerbau dari Kandang Muda Betawi di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, sejak jauh-jauh hari mengantisipasi kemungkinan sebaran PMK.

Ia melindungi ratusan hewan ternaknya, dengan menjaga ketat sistem sanitasi kandang dan lingkungannya, dan pemberian pakan ternak serta obat-obatan untuk menjaga kualitas kesehatan ternaknya.

Dalam pertemuan dengan pengurus dan anggota Forum Jurnalis Betawi (FJB) yang dipimpin Buchori, beberapa waktu berselang, Latief mengemukakan apa saja yang dilakukannya untuk mencegah kondisi lingkungan peternakan - juga vetening - yang dikelolanya.

Ia melakukan konsultasi intens dengan dinas teknis Pemprov DKI Jakarta dan dokter hewan yang terbabit dengan peternakan, serta penyediaan daging sapi sehat dan segar.

Merebaknya penyakit mulut dan kuku (PMK) di Jawa Timur dan beberapa daerah di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Pasalnya, banyak orang yang khawatir dengan penyakit tersebut dan apakah dagingnya aman untuk dikonsumsi.

Pakar kesehatan hewan - masyarakat veteriner dari IPB Univeristy, Dr drh Denny Lukman, menegaskan bahwa Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan tidak bersifat zoonosis.

Dalam publikasi resmi IPB University (17/5/22), Denny mengemukakan, “Daging tersebut aman dikonsumsi manusia dengan melalui proses pemanasan pada suhu 70 derajat Celcius selama 30 menit atau hingga daging matang.”

Sebelumnya, Denny - Veterinary Public Health Specialist pada School of Veterinary Medicine and Biomedical IPB University, ini mengemukakan pandangannya dalam gunemcatur (talkshow) Dairy pro yang disebarluaskan di channel YouTube, 9/5/22.

Dosen IPB University itu menegaskan, dalam kasus PMK, yang berbahaya adalah perilaku manusia, yang bisa menulari hewan yang peka terhadap PMK. Dikatakannya, yang dikhawatirkan saat membeli daging ternyata daging tersebut adalah hewan PMK.

 Menurut Denny, “Saat mencuci daging, air cucian daging masuk ke lingkungan dan ada ternak yang meminum pencemaran dari pencucian di lingkungan, maka hewan tersebut akan tertular.”  

Dijelaskannya, agar tidak menjadi sumber pencemaran lingkungan saat membeli daging dari pasar atau daerah wabah, sebaiknya tidak dicuci, melainkan langsung dimasak dalam air mendidih minimal 30 menit.

Virus PMK, menurut Denny, umumnya terdapat pada organ sapi, seperti tulang, kepala, dan jeroan. Ia juga mengatakan bahwa daging tanpa tulang relatif aman.

Khusus jelang Idul Qurban, dr Denny menyarankan agar masyarakat memastikan asal hewan kurban bukan dari daerah wabah. Jika ternyata ada sapi yang berasal dari daerah wabah, maka sebaiknya dipisahkan terlebih dahulu meskipun sapi tersebut tampak sehat.

Denny mengingatkan, “Saat Idul Qurban nanti, Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) akan menyerahkan hewan Kurban ke rumah pemotongan hewan, itu jauh lebih baik, hal ini untuk menghindari ternak lain yang sensitif terhadap penyebaran penyakit PMK dari kotoran ternak yang disembelih.”

Ia juga menyarankan agar ternak yang terinfeksi PMK tidak langsung dipotong tetapi dipisahkan terlebih dahulu. Tidak hanya itu, perlu dilakukan pemeriksaan individu jika ada kecurigaan PMK. Jika ada temuan harus ditindaklanjuti dan diobati.

“Di negara maju, hewan dari daerah wabah akan dipisahkan. Saat pemotongan hewan, sapi yang sehat akan diprioritaskan, sedangkan hewan yang terdeteksi PMK tidak boleh dipotong, juga tidak boleh ditolak di Rumah Potong Hewan (RPH) karena jika kembali ke lingkungan. , itu berbahaya dan bisa menulari ternak lain,” ujarnya. | * - Sebe, Rasyid.

Editor : delanova | Sumber : RGCommunication, IPBUniversity, FJB
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 737
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 895
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 846
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Energi & Tambang