Woku dan Ubi Bete di Warung Uma

| dilihat 2041

WARöNK UMA’ di bilangan Jagakarsa – Jakarta Selatan itu tak pernah sepi. Halaman parkir di kedai makan yang terletak di Jalan Lenteng Agung Raya No. 31 itu, padat oleh kendaraan aneka merek. Produk teknologi bangsa Jepun, Amerika, dan Jerman.

Nyaris tak ada lagi ruang kosong di halaman, untuk parkir. Bahkan untuk hanya setelempap saja.

Saya sering berkunjung ke warönk yang menyajikan masakan ibu, sesuai namanya: uma.’ Masakan melayu dari barat dan timur. Selera melayu saya terpenuhi di kedai makan  yang menyediakan bubur, woku, nasi kuning, aneka juada dari ikan segar Sulawesi, sate kambing, dan sekali-sekala menu spesial sop kambing.

Selain itu, aneka buah dan snack khas tersaji di kedai ini, termasuk ubi Bete yang sengaja didatangkan dari Sulawesi. Pendek kata, lengkap selera di kedai ini, padupadan selera, yang saya sebut: selera para sultan dengan harga yang bisa dijangkau siapa saja.

Tiap Selasa dan Kamis, kedai makan yang diurus langsung oleh Ibu Nini Sofhian ini dikunjungi sejumlah pelanggan, orang-orang beken yang wajahnya sering nampak di televisi.

Pada hari-hari itu, dan belakangan, bahkan nyaris setiap hari, para tokoh, mantan aktivis mahasiswa di eranya dulu, mampir ke sini.

“Ini warung inspirasi yang menyerap aspirasi realitas hidup sehari-hari,”ungkap Abdullah Hafid, suatu hari. Mantan aktivis mahasiswa dari Jawa Timur itu sering terlihat berbincang serius dengan Yuyon Ali Fahmi, mantan aktivis mahasiswa dari Jember yang kini menjadi pengusaha.

Ada juga saya tengok Ambia Boestam, mantan anggota parlemen dari Partai Amanat Nasional (PAN) duduk di sudut ruang dan berbincang serius dengan Afni Achmad, sesama mantan anggota parlemen dari partai yang sama.

Nampak juga Ade Adam Noch, mantan petinggi di Kementerian Tenaga Kerja, yang pensiun usai menjabat Deputi Ketua BNP2TKI (Badan Nasional Pengelola dan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia) yang lebih banyak tersenyum.

Tampak juga, Jumrana Salikki – mantan aktivis mahasiswa asal Bulukumba yang di saat Pilkada DKI Jakarta lalu, menjadi koordinator salah satu relawan: DAHMI PASA – Duta Alumni Himpunan Mahasiswa Islam untuk Pemenangan Anies Sandiaga.

Juga tampak Kasma Kasim Marewa mantan aktivis mahasiswa dari Kendari yang nampak mesra dengan Syahrir Lantoni – wartawan pemimpin redaksi portal berita Indopos. Mantan aktivis mahasiswa yang mengkoordinasi gelar diskusi publik di kedai makan ini.

Di sini saya sering jumpa pula dengan Moh. Bahri yang bicaranya beraksen Madura dengan isterinya, Mila – notaris di Tangerang. Pun begitu dengan Asnawi mantan aktivis mahasiswa IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta).

Tampak pula pengurus Partai Golkar Darul Siska dan mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang – Ferry Mursidan Baldan yang konsisten dengan pendiriannya sebagai politisi.

Pun terlihat Tigor Sihite yang pernah menjabat direktur di Krakatau Steel beserta isterinya, Farida yang aktif dan peduli mengurusi pendidikan anak-anak usia dini.

Sekali-sekala terlihat Liliek Muflichun, mantan aktivis mahasiswa dari ITB dan isterinya, Izza – salah seorang yang aktif dalam Gerakan Kebangkitan Betawi. Tentu banyak lagi yang lain, ibu-ibu yang berprofesi sebagai pengusaha, psikolog, dosen, guru, dan counselor keluarga.

Tak heran bila mereka kerap ke sini, karena setiap hari, di kedai ini selalu ada Sofhian Mile, lelaki tampan bermisai, mantan anggota parlemen dan sempat menjabat bupati di Luwuk Banggai.

Saya sering mendengar gelak tawa di sini. Rupanya, selain mereka gemar berjalan sehat, di kedai ini para mantan aktivis mahasiswa itu senang berkespresi dengan kelakar. Termasuk kelakar politik komunitas pinggiran, karena kedai ini memang terletak di pinggiran Jakarta.

Suatu malam, sejumlah wartawan diundang datang ke sini, berdiskusi ringan tentang penempatan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.

Anggito Abimanyu, yang dilantik Presiden Jokowi mengepalai Badan Pengelola Keuangan Haji Indonesia (BPKHI) datang dengan ojeg – lantaran ketika sore jalan Lenteng Agung – padat sekali, dipadati ‘burung-burung metropolitan’ yang pulang ke Depok dan Bogor.

Tampak juga Khatibul Umam Wiranu, anggota parlemen dari Partai Demokrat dan seorang pemerhati ekonomi salah satu universitas, dalam diskusi itu. Anggito meluruskan simpang siur informasi ihwal pemanfaatan dana haji.

Kali lain, terlihat diskusi ringan ihwal bagaimana mengurai kemacetan Jakarta yang kian sumpek ‘ditikam’ tiang pancang. Juga solusi-solusi cerdas dan baru tentang bagaimana memberikan hak kepada air, supaya Jakarta tak banjir.

Dari kedai makan di bilangan Jagakarsa ini, saya akan menuliskan berbagai celoteh kehidupan.. | Bang Sem

Editor : sem haesy
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 940
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1169
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1430
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1578
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Energi & Tambang