Ta'awun (Bekerjasama bukan Bersekongkol)

| dilihat 2172

MAJELIS taklim itu baru saja usai, ketika dinihari ditingkah angin laut Selatan. Debur ombak mengempas karang terjal, terdengar sayup di kejauhan. Abi – begitu pemimpin jama’ah tarikah marhamah, itu biasa dipanggil – menghela nafas sejenak. Lalu tersenyum.

Sesaat kemudian, seorang jama’ah bertanya tentang syafa’at dan ta’awun. Abi membacakan ayat ke 85 Surah an Nisa’ – ayat al Qur’an yang kerap disampaikan para mubaligh ketika menyampaikan khutbah Jum’at. Ayat itu, bermakna: siapa saja yang memberikan syafa’at (yang) baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) daripadanya.  Dan siapa saja yang memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) daripadanya.

Yang dimaksudkan Abi dengan syafa’at adalah kemampuan seseorang menjadi subyek dalam hubungan tolong menolong di dalam kebaikan dan kebajikan. Akan halnya pertolongan yang buruk, menurutnya adalah persekongkolan jahat. Baik dilakukan karena sengaja, sadar, atau karena ketidak-sengajaan, bisa juga pura-pura tidak sengaja. Tapi, yang paling celaka adalah ketika persekongkolan bersumber dari kebebalan dan hasrat ambisius – obsessif yang tak cerdas dalam memenuhi kepentingan yang sangat personal. Baik tahta maupun harta.

Abi, mengutip ayat lain: tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan bersekongkol dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS al Ma’idah: 2). Lalu, hadits nabi: “Berilah pertolongan, niscaya (Allah) akan memberikan pahala. Allah akan memenuhi kebutuhan melalui lisan Rasul-Nya apa yang Dia kehendaki.” (HR Buchari – Muslim).

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap kita berpeluang menjadi penolong. Baik karena kita pengusaha, eksekutif profesional, pejabat pemerintahan – tentara – hakim – jaksa - polisi (umara’), kyai dan intelektual (ulama’), wartawan, pengacara, budayawan, dan seniman.

Tolong menolong alias ta’awun dalam konteks kebaikan dan kebajikan, dapat kita lakukan melalui sinergi positif. Khasnya untuk menegakkan prinsip-prinsip dasar harmoni kehidupan. Yaitu: bersikap jelas tentang segala sesuatu, bertanggung jawab atas sesuatu tindakan yang kita ambil, dan bersikap mandiri alias independen dalam mewujudkan apa yang kita yakini benar. Kuncinya, seperti yang diajarkan Rasulullah, selalulah berfikir - bersikap - bertindak: amanah – jujur, shiddiq – benar, fathanah – cendekia, dan tabligh – komunikatif. Pijakannya adalah keberpihakan kepada ummat, terutama kaum mustadh’afin, kaum yang termarginalkan. Misalnya, pekerja atau staff di lingkungan terdekat kita.

Kita akan mampu mengemban misi kemanusiaan paling azali : tolong menolong (ta’awun) dalam kebajikan, hatta berjuta tantangan dan ujian menghadang. Buahnya adalah dignity ! Terutama, ketika kita yakin, apa yang kita lakukan tidak menyimpang dari tanggungjawab primer kita sebagai pemimpin.

Bagi saya, inisiatif mengembangkan ta’awun untuk menguatkan posisi umat di tengah globalisasi dan perubahan dunia dengan segala fakta brutal yang menyertainya, adalah salah satu prioritas yang harus dilakukan oleh pemimpin tertinggi bangsa ini, kini dan kelak.|

Editor : Web Administrator | Sumber : Lazuardi - Bang Sem
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 196
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 373
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 219
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Energi & Tambang