Debat Bakal Capres

| dilihat 2070

DEBAT para peserta konvensi capres Partai Demokrat, disorot banyak kalangan. Pasalnya? Khalayak ramai belum melihat apa yang digelar di Medan dan Palembang itu sesuai dengan standar perdebatan calon negarawan. Sebagian besar peserta mash dikuasai oleh instink politik dalam membahas topik debat.

Belum lagi, pemandu debat, belum pandai melontar substansi perdebatan berdasarkan data lapangan sebagai tolok ukur untuk menentukan sentra kepedulian mereka di masa depan.

“Macam acara Cerdas Cermat di TVRI dulu,” cetus Pahit Lidah. “Mengapa tak memilih model debat Barack Obama dengan John Mc Cain atas Mitt Romney?” lanjutnya.

“Sebagian peserta menjawab dengan jawaban ‘serupa tapi tak sama,’ pertanyaan diajukan kepada mereka” ungkap Mat Jantuk?

Ho’oh.. macam lomba cerdas cermat?” ungkap Pak Belalang.

Palui yang baru tiba dari Kalimantan senyam senyum menyaksikan para sobatnya menyoal debat. “Ah, macam mencari batis kutung saja kalian ini. Sesuatu yang sudah terjadi, jangan disoal lagi. Pikirkan, apa yang harus diperbaiki. Lantas, tanyakan pada Wan Abu bagaimana formatnya. Usulkan kepada Pak Malin, supaya beliau bisa mengubahnya,” ungkap Palui.

Abu Nuwas menanggapi dengan senyum.  “Jangan-jangan banyak di antara kalian yang belum memahami hakekat debat,” ujarnya. Lantas, memberi tausiyah.

Menurut Abu Nuwas, debat biasanya terjadi dalam praktik muzakarah. Para calon pemimpin membahas sesuatu masalah  dengan argumentasi berdasarkan data dan fakta mutakhir.  Mereka akan mempertahankan argumentasinya dengan cerdas dan bijak.

Dalam debat, mengalir etika di dalamnya. Pertama: menyajikan substansi gagasan atas sesuatu masalah yang dibahas; Kedua: tidak menyerang hal ihwal pribadi; Ketiga: Saling menghormati perbedaan, sehingga berbuah hikmah, kearifan.

“Karena itu, perdebatan harus terukur, jangan seperti saling silang pendapat. Paling tidak, rujukannya adalah rencana jangka panjang pembangtunan yang sudah direncanakan badan perancang negara,” seru Abu Nuwas.

Abu bercerita ihwal Ibnu Rusyd yang menawarkan berbagai gagasannya tentang mengelola bangsa. Ia juga menjelaskan ihwal Kemal Attaturq mempertahankan argumentasi substantif ihwal pemisahan agama dan politik dalam mengelola negara.

Pahit Lidah sepakat dengan pandangan Abu. Ia menjelaskan perdebatan historis, yang pernah dilakukan oleh HOS Tjokroaminoto, H. Agus Salim, Mohammad Roem, Bung Karno, Hatta, J. Kasimo, Mohammad Natsir, Hamka, A. Hassan, dan lainnya. Ia juga menjelaskan perdebatan menarik antara Nurchalis Madjid, Endang Saefuddin Anshary, dan Immaduddin.

Debat (orang Perancis menyebutnya déba) yang berkembang dalam tradisi demokrasi Perancis, bermuara pada perbedaan argumentatif yang saling dihormati satu dengan lainnya. Tetap dalam koridor etik. Karenanya, tak jatuh menjadi pertengkaran (se debattre). Apalagi, peserta debat dipandang mempunyai kapasitas dan kompetensi yang sama. Tidak jomplang.

Pahit Lidah setuju dengan pandangan Abu Nuwas. Dalam menyelenggarakan debat, lebih dulu harus ada rujukan. Umpamanya: Visi kebangsaan. “

Kabayan yang sejak tadi menyimak, kini mengangguk.

“Kenapa kau mengangguk?” tanya Pahit Lidah.

 “Ah.. mau tahu aja?” jawab Kabayan sekenanya. Pahit Lidah kesal, lalu melotot.

“Kau setuju dengan pendapatku, kan?” tanya Pahit Lidah lagi.

Kabayan menggeleng. Dari Oyot, Pahit Lidah baru tahu: sejak memelihara jenggot selebat jenggot Abu Nuwas, Kabayan seringkali mengangguk.  Ampuuun.. deh ! | 

Editor : Web Administrator
 
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 224
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 320
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 940
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1169
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1430
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1578
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya