Airmata 14

| dilihat 2144

LAMA meninggalkan Ling sendirian di rumah karena perjalanan bisnisnya ke Kalimantan, Lung mendapati isterinya sedang bersedih. Ia meromok di tempat tidur. Matanya sebab. Bantalnya basah oleh airmata. Begitu Lung mendekat dan bertanya, apa pasal dia menangis begitu rupa, Ling tak menjawab. Dia malah menutup wajahnya dengan bantal.

“Ling sedih kenapa?”

“Cici Nio udah gak ada.. Oe kudu ke Surabaya.. Lu kan tahu, gimana Cici Nio ngasuh oe waktu kecil..”

Lung yang sedang lelah, duduk di ruang keluarga. Tak sengaja tangannya mengambil remote control televisi. Begitu ia pencet tombol ON, seketika tampil berita hilangnya pesawat AirAsia QZ8501. Lung yang nyaris tak pernah menonton televisi berita, itu baru sadar, mungkin ini penyebab Ling menangis berurai air mata.

Lung buru-buru ke kamar. Mendekati isterinya. Belajar mesra dia membelai kepala dan rambut isterinya.

“Oke besok kita pake pagi banget ke Surabaya..”

Ling terus menangis. Kali ini sesenggukan pula. Mulutnya menyebut terus nama Cici Nio, kakak sulungnya. Lung bergegas kembali ke ruang tamu. Mengaktifkan kembali pesawat televisi. Dia kaget. Nama itu ada di layar televisi, salah satu penumpang pesawat yang hilang kontak di atas perairan antara Tanjung Pandang dan Pontianak, hari Ahad, 28 Desember 2014.

Lung bergegas kembali ke dalam kamar. Dia belai lagi rambut Ling. Ling kian tersedu.

“Kita naek pesawat aja ya.. Biar cepet sampe di Surabaya.”

Lung senang, karena isterinya mengangguk. Dia langsung menelepon salah satu agen penjualan tiket pesawat terbang, kenalannya. Meskipun harganya naik beberapa kali lipat dari biasanya, Lung langsung oke. “Kapan lagi menghibur hati bini,” gumamnya dalam hati. Lung menyelesaikan semuanya lantas memesan taksi untuk mengantarnya esok pagi ke bandara.

 “Ling... berhenti nangisnya. Udah dipesanin tuh tiket buat kita pergi ke Surabaya besok.”

Ling berhenti menangis. Ia memeluk Lung yang masih duduk di bibir tempat tidur. Kontan punggung kaos oblong Lung, basah oleh sisa air mata Ling.

“Ternyata lu sayang ama oe, ya Lung?”gumam Ling. Lung tersentak. “Aneh juga nih bini.. Rupanya selama ini dia gak nganggep gua gak sayang sama dia,”gumamnya.

“Sekarang berhenti nangis. Berkemas aja. Supaya seharian ini kita bisa santai, terus besok pergi ke Surabaya dengan tenang, pagi-pagi. Pan tiketnya dapet yang penerbangan pagi.”

Ling mengangguk. Dia berkemas. Di luar hujan turun lebat. Tak berapa lama, listrik PLN padam. “Aduuuh... PLN gimana sih. Heran gua.. Tiap hujan gede pasti mati lampu,”gerutu Ling.

Lung yang masih merasa capek, langsung rebah begitu saja di tempat tidurnya. Hujan yang panjang membuat dia lelap tertidur. “Besok bangunin gua jam setengah empat pagi ya,” ujar Lung, kemudian memejamkan matanya. Ling juga ikutan tidur. Karena kedinginan, dia memeluk erat suaminya.

Pukul tiga lepas dinihari, Ling sudah bangun. Dia buru-buru berkemas. Termasuk mengemas pakaian Lung. Pukul 04:00, Ling sudah rapi. Dia bangunkan Lung. Sambil menunggu Lung mandi, Ling membuatkan teh manis panas di dapur. 

Tak berapa lama taksi yang dipesan Lung datang. Keduanya bergegas keluar. Lung membangunkan petugas keamanan yang posnya tak jauh dari rumahnya. Meminta petugas keamanan itu menjaga rumahnya, lantas memberi sejumlah uang pada petugas keamanan itu.

Taksi melaju. Begitu tiba di bandara, keduanya bergegas check ini, kemudian langsung menuju ke boarding lounge. Keduanya nyaris terlambat. Untung masih ada beberapa penumpang lain yang nyaris terlambat..

Di dalam pesawat, keduanya tertidur. Tiba di bandara Juanda, keduanya bergegas ke luar. Lung buru-buru menuntun dia ke ruang Crisis Center Bandara Juanda. Ling menarik tangannya. Keduanya berhenti sesaat.

“Lu mau oe bawa ke mana? Bukan mesen taksi malah nyeret ke tempat lain,”ujar Ling.

“Ruang Crisis Center di sebelah sana tuh.. Gak perlu pake taksi,”ujar Lung.

“Mau ngapain ke situ?”

“Supaya kita tahu nasib Cici Nio sebenarnya.”

“Lung.. Cici Nio udah gak ada.. udah pergi..”

“Bener udah pergi Ling.. Tapi nasibnya kan belum jelas.. masih dicari ama tim SAR..”

Ling heran. Dia tak paham maksud Lung. Dia buru-buru memesan taksi. Lung terpaksa ikut.

“Ke Rungkut ya... “pesan Ling. Petugas Taksi langsung melayani. Dia melirik Lung, yang segera membayar ongkos taksi itu.

“Ling.. memang udah yakin Cici Nio udah meninggal?”

“Ya udah lah.. Babah yang ngabarin kemaren. Babah udah berangkat duluan ke sini.”

“Lah.. bukannya Cici Nio ikut ilang di pesawat Air Asia QZ 8501?”

“Memang kenapa pesawat itu?” Ling balik bertanya.

Lung menepuk jidatnya. Pesawat itu kehilangan kontak dengan menara kontrol, kemarin pagi.

“Oooo.. gitu ya.. Cici Nio meninggal di rumahnya kemarin pagi.. Kena serangan jantung,” jawab Ling enteng..”Makanya gua nangis gak abis-abis..” Lung memandangi wajah isterinya itu.. Duh ! | 

Editor : Web Administrator
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 501
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1583
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1372
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 919
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1411
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1558
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya