Yang Muda yang Berbahaya

| dilihat 2661

AKARPADINEWS.COM | SIAPA menyangka bila pembunuhan terhadap jurnalis lepas (freelance) Noer Baety Rofiq yang menjadi sorotan publik pada awal Juli 2015 lalu, dilakukan oleh empat anak muda berusia sekitar 20 tahun antara lain: Hafit Ubaidilah, Deni Setiawan, Pujono, dan Sarifudin.

Awalnya, motif utama mereka adalah pencurian. Namun, ketika ulah jahat mereka diketahui dan korban melakukan perlawanan, dengan seketika mereka gelap mata. Para pelaku begitu buas menghujam tubuh Noer Baety dengan senjata tajam hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.

Peristiwa pembunuhan Noer Baety hanya segelintir kasus kejahatan yang dilakukan mereka yang berusia muda. Tindakan brutal yang dilakukan anak remaja dan dewasa muda kian mengkhawatirkan. Mereka kerap melakukan agresi yang melukai, bahkan menewaskan korban jiwa. Belum lagi kejahatan lainnya seperti narkoba, pemerkosaan, geng motor, begal, hingga tawuran.

Dari tahun ke tahun, kejahatan yang melibatkan remaja atau dewasa muda, terus mengalami peningkatan. Beberapa di antaranya menjadi penghuni Lapas Anak dan penjara, dan menjadi residivis. Dinginnya jeruji besi rupanya tidak membuat mereka jera. Buktinya, angka kejahatan yang dilakukan remaja terus meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2007 sebanyak 3.100 orang remaja yang terlibat dalam kasus kriminalitas. Di tahun 2008 dan 2009, jumlahnya masing-masing meningkat menjadi 3.300 dan 4.200 remaja.

Dalam melakukan aksinya, mereka tak sungkan untuk membunuh. Kejahatan geng motor misalnya. Menurut Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) menjelaskan, sepanjang tahun 2014 terdapat 38 kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota geng motor, yang mengakibatkan 28 orang tewas dan 24 orang mengalami luka-luka.

Mengapa begitu buas para remaja dan dewasa muda melakukan kejahatan yang sadis? Psikolog Inggris, Rutter dalam Antisocial Behaviour by Young People menjelaskan, kejahatan yang dilakukan remaja bersumber dari faktor psikososial (pshychosocial features), faktor lingkungan (environmental features) dan faktor individu (individual features).

Seorang remaja yang melakukan kejahatan dapat dikaji dari latarbelakang psikososialnya. Pengalaman yang dirasakannya sejak kecil hingga tumbuh dewasa, turut memicu terbentuk karakter dan perilaku jahat seseorang. Pengalaman buruk seperti mengalami kekerasan dan pengabaian dari orang tua menyebabkan tidak sehatnya perkembangan mental sehingga seseorang cenderung berperilaku tidak baik. Pola asuh yang tidak baik berkorelasi terhadap terbentuknya sikap dan perilaku patalogis. Faktor kemiskinan juga memicu seseorang bertindak nekat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pengaruh lingkungan terkait dengan siapa seseorang berinteraksi. Karakter dan perilaku jahat seorang remaja tidak terlepas dari interaksi dengan sesama teman-teman sebaya yang kemungkinan juga antisosial. Sementara dari aspek individual, seseorang yang memasuki fase remaja rentan bertindak brutal. Mereka memiliki karakteristik yang labil, sulit dikendalikan, melawan dan memberontak, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, agresif, mudah terangsang serta memiliki loyalitas yang tinggi. Karakteristik dan perilaku destruktif, menyimpang dan antisosial itu, jika menggunakan teori psikoanalis Sigmund Freud, akibat ketidakseimbangan antara Id, Ego dan Superego.

Id adalah energi psikis yang bersifat naluriah (insting). Id dapat memberi dasar kehidupan bagi seseorang yang berciri membangun dan merawat hidup. Namun, Id juga berciri merusak, mendorong seseorang nekat bertindak destruktif, tak peduli resikonya. Bahkan, muncul sikap dan pandangan menentang kehidupan yaitu thanatos yang diaktualisasikan dalam bentuk agresivitas.

Di sinilah peran Id dalam menetralkan ketegangan yang muncul karena dorongan thanatos, dan eros. Eros berkaitan dengan cinta, persahabatan, kreativitas, dan solidaritas, sedangkan thanatos dapat dilihat dari dorongan melakukan tindakan agresi dan perusakan. Thanatos yang lebih dominan akan memunculkan kepribadian dan perilaku destruktif lantaran tidak adanya kontrol.

Sementara Ego menjaga kestabilan diri manusia dan bersifat adaptif terhadap kenyataan. Ego merupakan wadah bagi rasio dan akal sehat. Saat tumbuh dewasa, seseorang mulai mengendalikan dorongan naluriahnya yang jika diapresiasi dalam alam pikiran tak sadar, maka akan menghasilkan pembangkangan.

Sementara Superego merupakan pengendapan ideal kesempurnaan kepribadian yang berkembang dari kaidah, norma, dan lingkungan. Superego merupakan introjeksi norma-norma eksternal, larangan-larangan, hukum yang dijatuhkan ke Ego. Dengan taat pada norma, dan larangan tersebut, maka manusia dilepaskan dari hukuman atau perlakuan yang tidak menyenangkan.

Dalam kasus pembunuhan Noer Baety Rofiq, faktor pendidikan ke empat pelaku hanya tamatan Sekolah Dasar. Pekerjaan yang mereka lakoni hanya pekerjaan serabutan seperti kuli bangunan, tukang ojek, dan pekerjaan serupa lain. Waktunya kebanyakan habis berdiam diri lantaran menganggur yang tentunya menunjukan muramnya keadaan ekonomi sehingga berani melakukan tindakan pencurian secara amatir. Selain itu, faktor individual, kondisi psikologis yang terlihat pada tindakan brutal yang dilakukan pada korban menunjukan pengendalian diri yang tidak terkontrol.

Lantas, bagaimana cara untuk mengatasi kejahatan dan kriminalitas pada generasi muda? Tentu pihak pertama yang bisa diandalkan adalah keluarga karena memiliki ruang maksimal untuk melakukan interaksi. Keluarga memiliki peran penting untuk memberikan dasar-dasar nilai agama dan nilai sosial bagi anak. Keluarga merupakan institusi sosial pertama yang mengarahkan seseorang untuk tidak bersikap dan bertindak menyimpang dari nilai, norma, dan tradisi di masyarakat.

Para anak muda yang memiliki latar belakang pola pengasuhan yang buruk dan tindakan kasar dari orang tua dengan kondisi tingkat ekonomi yang rendah, dapat menjadi latar belakang para anak muda melakukan tindak kejahatan hingga mereka dewasa. 

Kemudian ketika memasuki sekolah, beberapa anak yang mengalami penolakan dan bullying oleh teman sebaya, dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dia gemar membolos dan bergabung dengan geng motor dengan tujuan dapat diterima sehingga tercipta loyalitasnya, meskipun harus melakukan tindakan kekerasan.Dalam konteks ini, insitusi sekolah diharapkan dapat melakoni peran untuk mengawasi perkembangan mental dan laku anak didiknya.

Namun, tidak hanya keluarga dan sekolah yang mempunyai andil penting melakukan pengawasan pada remaja. Pihak kepolisian, pemerintah, komisi negara yang mengurusi anak, dan sebagainya juga turut betanggungjawab mencegah tindak kriminal dengan tepat. Karena, tentu saja, masa depan bangsa ini berada di tangan generasi muda.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 194
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 371
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 217
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1153
Rumput Tetangga
Selanjutnya