Semana Santa, Ritual Penghormatan Terhadap Tuan Ma di Larantuka

| dilihat 3374

AKARPADINEWS.COM | LARANTUKA adalah surga di ujung timur Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Terletak di antara barisan Pulau Flores, dengan dikelilingi laut, panorama Larantuka sungguh mempesona. Penghuni yang menetap di kota kecil itu punya tradisi budaya yang mendunia.

Adalah ritual Semana Santa Larantuka. Prosesi budaya yang bercampur religis itu mampu menarik ribuan peziarah dari berbagai dunia. Mereka datang untuk menjalani prosesi Agung Paskah. Karena ritual budaya itu, dunia mengenal Larantuka sebagai Vatikan di Indonesia. Kota Santa Maria.

April 2015 lalu, prosesi Semana Santa digelar untuk merefleksikan Tuan Ma (Bunda Maria) sebagai ratu yang begitu hidup dan dekat dengan masyarakatnya. Ritual itu telah berlangsung turun temurun. Di masa silam, Kerajaan Lamaholot telah meletakkan tongkat kekuasaan di Altar Bunda Maria.

Arca dan patungnya diletakan di sebuah kapela khusus, hanya sekali dalam setahun di saat Pekan Suci Paskah. Lewat simbol berupa patung Tuan Ma, sang ratu yang terdampar di Pantai Ae Konga lima abad silam, diarak, melihat rakyatnya yang melintasi daratan Larantuka. Prosesi di lautan pun digelar.

Ribuan orang dengan perahu motor mengiringi sampan yang membawa arca Tuhan Meninu Tuan Ma hingga ritual puncak dalam prosesi laut. Mereka datang dari berbagai pulau di Flores Timur, melintasi laut untuk berjumpa dan mengarak sang Ratu.

Selama Hari Bae (sebutan orang Larantuka), doa, dan pujian dipanjatkan. Lilin-lilin tak padam, menebar cahaya saat ribuan orang mengantri. Ada haru dan ketakjuban yang tak terucap melihat penghayatan masyarakat Lamaholot  pada Tuan Ma.

Tuan Ma adalah manifestasi dari ibu bumi dan jejak ikatan sejarah bagi masyarakat Lamaholot  sebagai etnis dan suku yang memiliki varian kebudayaan yang tersebar sepanjang Flores Timur.

Lamaholot sendiri memiliki makna sebagai suatu ikatan yang solid dalam perbedaan. Asal mula (genesis) mitologi Lamaholot lahir dari masyarakat gunung (Ile Jadi) yang bersentuhan dengan orang luar, datang menggunakan perahu dari arah barat. Di antaranya adalah orang perahu (Tena Mau) yang keturunan Portugis.

Pertemuan dengan para pendatang itu, menunjukan sikap toleransi masyarakat lokal yang tinggi, yang terus terbangun melalui hubungan perdagangan hingga hal-hal yang sifatnya religiusitas.

Tongkat Kerajaan Lamaholot diserahkan pada sang perawan Suci, Bunda Maria. Masyarakat Lamaholot menyebutnya Tuan Ma. Hingga saat ini, masyarakat Lamaholot menghayati wilayahnya sebagai afiliasi pertemuan gunung dan laut. Identitas Lamaholot terwujud pada bahasa, ikatan kekerabatan, kolektivitas yang kuat. 

Hidup di alam yang keras seperti kekeringan yang panjang, gempa bumi hingga banjir, membentuk religiusitas dan kepercayaan pada ibu bumi sebagai wujud tertinggi. Tuan Ma adalah manifestasi dari ibu bumi yang memberikan kasih sayang dan cinta pada anak-anak masyarakat Lamaholot.

Penghormatan terhadap Ibu Asal, Ibu Kehidupan atau Ibu Semesta, menjadi bagian yang melekat erat dengan keseharian masyarakat suku asli Flores Timur, jauh sebelum datangnya agama Kristen.

Menurut pemerhati budaya Lamahohot, Silvester Petara Hurit, Tuhan dalam kepercayaan Suku Lamaholot, suku utama yang mendiami daratan Flores Timur termasuk Larantuka dan pulau-pulau di sekitarnya, disebut sebagai Bapa Ratu Imam Matahari Bulan, Ibu Mulia Pengetahuan Bumi Tanah (Ama Ratu Tua Rera Wulan, Ina Nini Mete Tana Ekan).

Masyarakat Lamaholot juga mengenal Dewi Padi, dewi kehidupan dan kesejahteraan. Dewi itu menyandang beberapa nama antara lain: Uto Gago Nini Holok, Nogo Ema atau Tonu Wujo. Jika dewi berkenan datang mengunjungi suatu komunitas masyarakat, maka diyakini hasil panen menjadi melimpah, tanah menjadi subur, kesejahteraan pun meningkat. “Tuhan dalam wujudnya yang Feminin adalah Ibu Bumi atau Ibu Dunia yang dekat dengan pergumulan dan tantangan hidup aktual orang Lamaholot,” jelas Silvester.

Prosesi  akbar dan penghormatan terhadap Tuan Ma di Larantuka merupakan ungkapan spirit devotional masyarakatnya terhadap figur Ilahiah sang dewi.

Patung Tuan Ma ditahtakan di rumah adat (korke) dan dihormati sebagai dewi sejak satu abad, sebelum Pastor Antonio, seorang misionaris Dominikan, melihat patung tersebut yang bertuliskan: Santa Maria Mater Dolorosa (Santa Maria Bunda Berdukacita) pada tahun tahun 1615.

“Penghormatan terhadap Tuan Ma sebagai dewi sudah berlangsung, sebelum hadirnya Kristen di Larantuka. Bagi orang Larantuka, Tuan Ma bukanlah figur “pinjaman” melainkan Tuhan Ibu dalam sejarah kebudayaan dan keberadaan mereka” ujar Silvester.

Budaya masyarakat Lamaholot merefleksikan simbolosasi Tuan Ma dan prosesi Semana Santa yang tidak hanya menjadi pernik suguhan wisata bahari. Namun, juga menjadi wisata budaya yang khas, dan tidak dimiliki oleh komunitas lain, selain hanya di negeri ini.

Semana Santa menjadi model ideal yang menjadi magnet wisata bahari dan wisata budaya, dengan perkawinan tradisi lokal dan nilai-nilai Kristen yang dibawa para misionaris dari Eropa di masa lalu. Kekayaan tradisi, ekspresi budaya itu, menjadi ruang hidup di tanah Lamaholot.

Prosesi Semana Santa yang mengagungkan Tuan Ma menjadi penanda identitas yang mewakili budaya Lamaholot itu merupakan pertemuan secara geografis antara darat dan laut maupun antara lokal dan global. Prosesi itu pun merefleksikan Larantuka dan budaya Lamaholot pada lalu maupun masa yang akan datang.

Segala ritual, perayaan maupun pesta rakyat yang terkait dengan wisata bahari dan budaya Semana Santa, akan mendapat penguatan dan pengakuan yang lebih meluas di dunia, bila seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders) berupaya mengembangkannya, tanpa menghilangkan unsur-unsur spiritual yang sublim.

Dengan begitu, Semana Santa bakal makin menyedot wisatawan, baik domestik maupun mancanegara untuk terlibat dalam setiap prosesi yang digelar. Hal itu sejalan dengan spirit Tuan Ma, yang menekankan pentingnya merangkul, merawat, memuliakan, menghayati, dan mengaktualisasikan nilai-nilai tradisi yang diwarisi leluhur masyarakat Lamaholot.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1182
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Energi & Tambang