Goa Belanda dan Jepang

Saksi Bisu Kekejaman Penjajah

| dilihat 3364

AKARPADINEWS.COM | Dua goa itu menjadi saksi kekejaman penjajahan Belanda dan Jepang. Basis pertahanan serdadu penjajah itu dibangun dengan cara memperkerjakan paksa rakyat Indonesia. Goa itu bernama Goa Jepang dan Goa Belanda.

Letaknya dua goa itu di kaki tebing Taman Hutan Raya (Tahura) Juanda, Dago Bandung, tidak jauh dari pusat kota. Tahura diresmikan pada 23 Agustus 1965 oleh Gubernur Jawa Barat Brigadir Jenderal (Purnawiran) Mashudi. Kawasan itu kemudian menjadi tempat pariwisata dan berganti nama menjadi Tahura oleh Presiden Soeharto pada 14 Januari 1985.  

Menikmati objek wisata itu tidak perlu mengeluarkan uang banyak. Pengunjung cukup membayar karcis sebesar Rp8 ribu. Goa Jepang berjarak sekitar 800 meter dari gerbang Tahura. dibangun pada tahun 1942-1945. Serdadu mengekspoloitasi pribumi untuk membuat goa itu. Ketika pada masa tersebut, Kota Bandung merupakan salah satu markas dari tiga kantor besar (Bunsho) di Jawa.

Selain memanfaatkan Goa Belanda, Jepang juga membuat goa buatan sepanjang 750 meter untuk keperluan penyimpanan amunisi, logistik, dan komunikasi radio pada masa peperangan. Goa Jepang terlihat masih murni tanpa renovasi. Lantai dan dindingnya terasa kasar. Terdapat tiga pintu masuk utama dan sembilan lorong di dalamnya. Beberapa lorong kecil digunakan untuk mengintai musuh.

Sekitar 400 meter dari Goa Jepang, wisata sejarah berlanjut ke Goa Belanda. Pembangunan Goa Belanda lebih lama yakni dari tahun 1906 hingga 1942. Goa itu dibangun dengan cara menggali bukit hingga membuat lorong atau terowongan yang tembus sepanjang lebih dari 100 meter.

Menurut Ayi, yang berprofesi sejak tahun 1996 menjadi pemandu wisata Goa Belanda, luas goa itu adalah 7.800 meter. Fungsi awal Goa Belanda sebagai penyalur air Sungai Cikapundung untuk Pembangkit listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok. Beberapa tahun kemudian, fungsi Goa beralih menjadi stasion radio dan telekomunikasi.

Di banding Goa Jepang, Goa Belanda telah direnovasi oleh pemerintah sehingga terlihat lebih rapi dengan pintu besi di kedua ujung Goa. Namun, aroma angkernya terasa. Udara di dalamnya pun dingin, lembab, dan minim oksigen hingga membuat nafas sesekali sesak. Di goa itu juga tidak ada penerangan, meskipun ada bekas jalur penerangan, jalur rel barang, dan jalur radio. Pengunjung harus menyediakan senter atau menyiapkan uang untuk menyewa senter di tempat.

Sembari menyusuri goa, Ayi menjelaskan, Goa Belanda memiliki 15 lorong. Lorong utama goa itu panjangnya sekitar 144 meter dengan lebar 1,8 meter, dengan lorong ventilasi dengan panjang 126 meter dan lebar 2 meter, dan lorong distribusi logistik sepanjang 100 meter dengan lebar 3,2 meter. Lalu, di samping lorong itu biasa digunakan untuk tempat beristirahat serdadu Belanda.

Terdapat pula lorong sel tahanan dengan panjang 19 meter dan lebar 2,5 meter. Di sana juga ada lorong yang digunakan untuk pemeriksaan. Sayangnya, di beberapa dinding goa itu terlihat coretan yang dilakukan pengunjung yang tidak menghargai sejarah.

Goa Belanda juga dibangun dengan cara-cara kerja paksa. Awalnya, buruh bersedia dipekerjakan dengan iming-iming uang dan tanah. Namun, kenyataannya, mereka dibohongi dan dipekerjakan tanpa upah oleh serdadu Belanda.

Ayi menjelaskan, di ruang tahanan para pekerja itu dibiarkan kedinginan dan kelaparan hingga akhirnya meninggal dunia. “Rakyat Indonesia yang membangun Goa Belanda tidak dibiarkan keluar, takut membocorkan informasi yang ada di dalam goa” jelas Ayi.

Goa Belanda dan Goa Jepang menjadi saksi bisu sejarah kekejaman penjajahan Jepang dan Belanda terhadap rakyat Indonesia. Goa yang dibangun dari derita rakyat Indonesia itu menyimpan nuansa mistis. Karenanya, ketika berkunjung ke goa itu, pengunjung jangan bertindak sesukanya. Pasalnya, sering kali pengunjung yang kesurupan.

Ketika memasuki Goa Belanda itu, terdapat satu pantangan yakni dilarang mengucapkan kata “Lada” yang artinya “Pedas”. Konon, kata Lada berasal dari nama leluhur di Tahura. Nah, bagi siapapun yang mengucapkannya, dipercaya akan kesurupan. Meski terkesan angker, Goa Jepang dan Goa Belanda banyak dikunjung wisatawan. Dalam sebulan, rata-rata pengunjungnya mencapai 10 ribu orang.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 256
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 427
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 273
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 247
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 472
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 465
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 437
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya