Melacak Kebenaran Wujud Hang Tuah

| dilihat 3817

AKARPADINEWS.COM | PERDEBATAN mengenai eksistensi Hang Tuah di Negeri Jiran terus menuai polemik. Mulai dari soal silang pendapat para ahli ihwal kewujudan, sumber primer, hingga gagasan pahlawan Melayu.

Semula dua peneliti asal Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi, Universiti Putra Malaysia (UPM), Prof Dr Hashim Musa dan Dr Rohaidah Kamaruddin, menemui jalan buntu ketika menelusuri temuan keris ber-luk (lekuk) sembilan di Kuil Enkakuji, Kanagawa, Jepang. Pasalnya, tak ada sumber tertulis yang merekam riwayat sang keris. “Kami pun tak dapat pasti bahwa keris itu dari Malaka,” kata Rohaidah.

Salah satu petunjuk awal bagi kedua peneliti UPM menelisik riwayat keris berukuran 22,1 sentimeter, tanpa hulu dan warangka, berdasar pendapat Prof Dr Kurayoshi Takara, sejarawan Universitas Ryukyu, dalam laporan penelitiannya berkait temuan artefak-artefak Kuil Enkakuji.

“Keris itu mungkin berasal dari Malaka, karena kerajaan Ryukyu (Okinawa) telah menjalin niaga dengan Malaka pada abad ke-15,” kata Kurayoshi. Kerajaan Ryukyu, menurut Kurayoshi, telah memulai niaga dengan beberapa kerajaan di wilayah Asia Tenggara, di antaranya Siam (Thailand) antara 1425-1570, Melaka (Malaka) pada 1463-1511, Patani (Thailand selatan) 1490-1543, dan beberapa wilayah Nusantara serta Kamboja.

Tak puas hanya berbekal pendapat dari Kurayoshi, kedua peneliti UPM itu bersikeras membuktikan riwayat regalia keris melalui sumber-sumber sahih, dokumen tertulis sejaman. Berbulan-bulan keduanya mencari sumber. Namun, tak kunjung memperoleh hasil signifikan. Tiba-tiba sebuah kabar menghentak, memecah kebuntuan.

Wujud Hang Tuah

Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Jepang (Monbukagakusho), memberi kabar kepada kedua peneliti UPM mengenai dokumen Kerajaan Ryukyu, berupa 10 surat dari Melaka pada abad 15, yang meneguhkan pangkal soal kehadiran keris ber-luk sembilan di Kuil Enkakuji.

“Keris itu mempunyai sembilan luk menandakan dia (keris) bagi kegunaan resmi dan bukannya untuk berjuang (bertarung-red),” kata Rohaidah. Dalam tradisi Melayu keris ber-luk sembilan menandakan regalia kerajaan, lazim berguna untuk persembahan resmi antara satu kerajaan kepada kerajaan lainnya.

Berbeda dengan keris ber-luk tujuh yang lumrah digunakan untuk bertarung. “Kemunculan keris luk sembilan di Enkakuji, menegaskan hubungan diplomatik Malaka dan Ryukyu, selari (selaras) dengan isi dokumen Rekidai Hoan,” ungkap Rohaidah.

Kebuntuan penelitian sirna. Riwayat keris telah purna jabar. Kejutan lagi-lagi menghampiri. Keduanya bersua fakta baru sewaktu menelisik salinan dokumen resmi Rekidai Hoan beraksara dan berbahasa China, serta salinan alih aksara Latin dan alih bahasa Inggris, suntingan dua peneliti Jepang, Atsushi Kobata dan Mitsugi Matsada, terbit tahun 1969.

“Dokumen Rekidai Hoan itu bukan saja mencatat hubungan Malaka, tapi juga leximana manlijia yang berarti Laksamana Melaka, Hang Tuah. Tarikhnya 1480,” kata Rohaidah.

Hang Tuah berjejak pada tiga, dari 10, surat resmi Melaka kepada Ryukyu bertarikh 1480 M. Sosoknya tersua sebagai laksamana utusan Sultan Melaka, Alauddin Riayat Shah. “Salah satu dari surat itu diantar sendiri oleh Hang Tuah,” kata Hashim.

Bukti kehadiran Hang Tuah di Kerajaan Ryukyu, seturut dengan cerita Hikayat Hang Tuah yang memuat kepergian sang laksamana ke Kerajaan Ryukyu. “Walau tak ada tarikh (tanggal) pasti, namun data kedua sumber itu saling melengkapi,” imbuh Hashim. Penelitian pun melebar, dari sekadar menjejak riwayat keris, hingga menyasar eksistensi sang Laksamana Melaka.    

Sosok Hang Tuah acapkali jadi bahan tikai pendapat para ahli. Sebagian berpendapat sebatas tokoh fiksi pada pelbagai cerita klasik, sebagian lagi menilai sang laksamana merupakan tokoh historis. Perdebatan itu berlangsung alot dari tahun ke tahun.

Temuan Rekidai Hoan berpeluang menguak cakrawala baru berkait perdebatan sosok Hang Tuah. “Rekidai Hoan bukti terbaru dalam bentuk primer tentang kewujudan Hang Tuah,” kata Hashim.

Rekidai Hoan tak hanya menguak fakta-fakta baru seputar kewujudan Hang Tuah, melainkan menyelaras bukti dari sumber sejaman, seturut termuat dalam catatan perjalanan Afonso de Albuquerque (1453-1515), seorang pelaut asal Alhandra, Portugal.

“Laksamana, pria berusia delapan puluh tahun, merupakan prajurit tangguh, kharismatik, dan berpengetahuan luas. Ketika mengetahui sang sultan Melaka telah kalah, dia pergi dan menetap di Singapura,” tulis Afonso de Albuquerque dalam Comentarios do grande Afonso de Albuquerque, Capitao Geral que foi das India Orientais em tempo do muito poderoso.

Afonso de Albuquerque datang menjelang Melaka takluk pada 1511, lanjut Hashim, lantas berjumpa dengan Hang Tuah yang berumur delapan puluh tahun. “Artinya kita tahu Hang Tuah lahir pada tahun 1431,” jelas Hashim Musa. “Jelas Hang Tuah wujud dalam sejarah”.

Temuan-temuan Hashim dan Rohaidah berkait kewujudan Hang Tuah, tertuang dalam buku berjudul  Hang Tuah: Catatan Okinawa, terbit November 2015, membuat gempar khalayak di Negeri Jiran. Sosok yang selama ini terombang-ambing dalam lautan mitos, kini terkuak nyata pada arus sejarah Melayu.

Diskusi, seminar, dan pertemuan ilmiah, juga sorotan media masa sontak mempertanyakan kewujudan wira negara, Hang Tuah. Sang laksamana menjadi tema utama pada setiap perjumpaan, tak kecuali pada seminar Jabatan Sejarah Universiti Malaysia (UM), bertajuk “Wujudkah Hang Tuah” 11 Desember 2015.

Tokoh Fiksi

Suasana pertemuan di ruang Dewan Kuliah C, Fakulti Sastera dan Sains Sosial UM, mendadak gemuruh saat sesi tanya jawab berlangsung. Para hadirin berlomba-lomba menjabar pengetahuan, lengkap dengan tautan pelbagai sumber, demi membantah pernyatan pembicara tunggal, Prof. Ahmat Adam, Karyawan Tamu Jabatan Sejarah UM, yang mementahkan temuan kedua peneliti asal UPM mengenai kewujudan Hang Tuah.

“Hang Tuah adalah watak fiksi yang wujud dalam teks klasik Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) dan Hikayat Hang Tuah,” kata Ahmat Adam. Kata ‘Hang Tuah’, menurut Ahmat Adam, sebenarnya belum termuat pada pelbagai sumber abad 15-16, sebaliknya muncul kali pertama pada Hikayat Acheh yang ditulis pada pengujung abad 17. Terdapat kesalahan para peneliti menafsir aksara Jawi (aksara Arab yang digunakan dalam bahasa Melayu) ‘ta’ ‘wa’ ‘ha’ menjadi sebutan tuah. Aksara Jawi ‘ta’ ‘wa’ ‘ha’ semestinya berwujud tuha atau toh.

Tuha atau toh, lanjut Ahmat Adam, merupakan kata Melayu Kuna berarti ketua atau pemimpin, sedangkan hang bermakna orang yang adil atau pandai, dan merupakan nama gelar bagi seseorang yang mahir memimpin serta adil. “Hang Tuha atau Hang Toh, kata tuha atau toh, adalah deskripsi bagi laksamana Melaka yang tidak diketahui,” ungkap Ahmat Adam. “Pengarang Melayu zaman dahulu tidak akan menggunakan nama sebenarnya untuk watak pembesar mereka kecuali raja”.

“Mereka yang bergelar sejarawan harus ingat, Sejarah Melayu itu adalah fiksi yang boleh disebut sebagai teks sastra sejarah, tetapi bukan sebagai teks sejarah,”ungkap Ahmat Adam.

Tak berhenti sampai di situ, Ahmat Adam pun menolak bahwa makam tua di lokasi Tanjung Kling, Melaka, adalah pusara Hang Tuah. “Sementara kubur di Melaka yang dikatakan milik Hang Tuah sesuai untuk tujuan pelancongan, tetapi bukan kubur Hang Tuah sebenarnya,” tegas Ahmat Adam.    

Di sisi lain, sumber Rekidai Hoan, juga hanya menyebut laksamana Melaka, bukan Hang Tuah secara khusus sebagaimana selaik sosok sang laksamana dalam Hikayat Hang Tuah. Pandangan tentang kewujudan Hang Tuah, kembali mentah, menarik mundur ke perdebatan awal berkait eksistensi sang laksamana. Wujudkah Hang Tuah?

Jabaran Ahmat Adam memang mengundang reaksi keras sejumlah ahli dan peneliti. “Sebagai akademisi berpengalaman, dia (Ahmat Adam) harus membuat studi mendalam terlebih dahulu sebelum membuat pernyataan itu,” kata Prof Mohd Jamil Mukmin, sejarawan Institut Kajian Sejarah Patriotisme Malaysia (IKSEP).

Pertentangan para ahli mendapat sorotan lebih luas, melebihi perkabaran temuan-temuan peneliti UPM berkait kewujudan Hang Tuah sebelumnya. Khalayak negeri Jiran memang mendamba seorang wira negara yang dapat menjadi suri tauladan.

Menggagas Wira Negara

“Saya tak mau Hang Tuah hilang dalam lipatan sejarah, kita mesti tonjolkan,” ungkap Hashim. Dia berkeinginan agar sosok Hang Tuah masuk dalam buku pelajaran sekolah. Tak sekadar dalam dongeng. Sosoknya bisa menjadi contoh bagi generasi muda. “Hang Tuah disifatkan sebagai laksamana yang mempunyai reputasi baik, handal, taat, berpengetahuan, berani dan pantang mundur. Semua ciri tersebut cukup untuk melambangkan pahlawan Melayu,” katanya.

Keinginan itu disambut dalam forum hasil kerjasama Kerajaan Melaka, Institut Kajian Sejarah Patriotisme Malaysia (IKSEP), Museum Melaka (PERZIM), dan Institut Seni Malaysia Melaka (ISMMA). Sebuah anjuran bersama Resolusi Forum Hang Tuah Memang Wujud pun menyatakan, “Menyokong usaha penganjuran forum oleh Kerajaan Melaka serta IKSEP dan mengesahkan Hang Tuah adalah wira alam Melayu sememangnya wujud.”

Forum itu menghendaki agar Hang Tuah menjadi pahlawan atau wira negara Malaysia. Dan, berharap, "Mengambil ketetapan bersetuju menumbuhkan Persatuan Hang Tuah Antarabangsa.”

Tentu tujuan peneguhan Hang Tuah menjadi wira negara perlu penelitian lanjutan, untuk lebih menajamkan kewujudan sang laksamana. “Kami memerlukan sokongan dana keuangan membabitkan puluhan ribu ringgit untuk mengkaji di sepuluh negara dipercayai menyimpan manuskrip berkaitan Hang Tuah,” ungkap Rohaidah.

Perdebatan mengenai Hang Tuah kini memang menjadi polemik. Menyedot perhatian publik. Para peneliti sebaiknya tidak terjebak pada antusias publik, menyodorkan argumen, tanpa bukti kuat demi memikat hati masyarakat. Gagasan besar menjadikan Hang Tuah wira negara juga hendaknya tidak membuat distorsi pada kajian-kajian tentang Hang Tuah.

Dirga Adinata

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : RTM TV1 Malaysia/ My Metro TV Malaysia/KLXpress TV Malaysia/Berita Harian/Harian Kosmo/Harian Metro
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 520
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1610
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1392
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 733
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 890
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 841
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya