Gerhana, di Antara Agama, Sains, dan Mitos

| dilihat 2233

AKARPADINEWS.COM | GERHANA matahari total pada Rabu, 9 Maret 2016 disambut gempita oleh masyarakat. Bahkan, ada yang jauh-jauh hari mempersiapkan untuk berlibur ke sebuah tempat yang diyakini dapat menyaksikan fenomena alam itu.

Para wisatawan, baik lokal maupun internasional juga banyak yang menuju sejumlah kawasan Indonesia yang akan dilintasi gerhana matahari. Mereka berwisata gerhana. Mereka kebanyakan para pecinta astronomi, fotografer dan traveler. Mereka tidak ingin melewatkan momentum itu, untuk menjadi saksi sejarah sebuah fenomena langka.

Gerhana matahari di negeri khatulistiwa ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, gerhana juga terjadi pada tahun 1983, 1988, dan yang terakhir pada 24 Oktober 1995, yang hanya dapat disaksikan secara jelas di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara.   

Gerhana kali ini dianggap sebagai gerhana matahari total terbaik di abad 21 dan melintas di beberapa daratan di Indonesia, khususnya di sebagian daerah Sumatera, Bangka Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Halmahera dan Papua. Sedangkan wilayah Indonesia lainnya, mengalami gerhana sebagian.

Gerhana matahari merupakan peristiwa, di mana posisi bulan, matahari, dan bumi sejajar dan berada pada garis lurus. Saat itu, bulan akan melintas di antara matahari dan bumi. Karenanya, untuk beberapa waktu, cahaya matahari ke bumi akan terhalang bayangan bulan. Ketika fase total itu terjadi, di mana bulan menutupi matahari, korona Matahari akan tampak seperti menjulur dari pinggir bagian yang ditutupi bulan.

Begitu istimewanya fenomena alam ini, menjadi daya tarik para wisatawan. Sampai-sampai, pemerintah daerah dan pelaku wisata, memanfaatkan momentum itu untuk mendongkrak kunjungan wisatawan. Beberapa di antaranya, dengan menggelar festival seperti eclipse festival di Palu, Sulawesi Tengah.

Detik-detik menjelang sang bulan menutupi sang surya, para fotografer dan videographer, sudah mempersiapkan lensa dan fokus yang terbaik untuk mengabadikan momentum ini. Sementara para astronom dan peneliti menyaksikan gerhana sebagai bagian dari riset sains, terutama mengkaji ilmu astronomi, perbintangan, hingga fisika yang mengukur cahaya dan gravitasi.

Di sisi lain, ada juga masyarakat yang menyambut fenomena gerhana dengan aktivitas yang sarat dengan nuansa religis, untuk membangkitkan rasa keimanan kepada Sang Pencipta. Gerhana juga dianggap sebagai momentum untuk berkontemplasi, menikmati kegelapan dalam sujud dan doa serta untuk mendekatkan diri pada sang pencipta yang telah memberikan tanda-tanda fenomena alam sebagai keagungan dan kekuasaan ciptaaan-Nya.

Warga muslim memaknai keajaiban alam ini dengan Sholat Gerhana atau Shalat Khusuf, mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana matahari atau bulan bukanlah karena kematian seseorang atau kehidupannya. Maka, jika kamu melihatnya, berdoalah kepada Allah, bertakbirlah kepada-Nya, bersedekahlah, dan shalatlah.”

Dalam konteks budaya sebagian masyarakat di Indonesia, gerhana matahari, erat kaitannya dengan mitos masa lalu yang masih diyakini hingga kini. Zaman dulu, ketika teknologi tidak secanggih sekarang, peristiwa gerhana matahari dianggap sebagai suatu tanda alam yang di luar dugaan nalar manusia.

Di kalangan masyarakat Jawa dan Bali, ada kepercayaan mengenai fenomena gerhana matahari disebabkan Batara Kala atau Batara Rahu yang menelan matahari karena dendam pada Dewa Surya atau Dewa Matahari. Karena mitos itu, pada masa lalu, sebagian besar masyarakat akan mengurung diri di rumah, bahkan menyembunyikan anak-anak mereka di kolong tempat tidur dan menyiapkan sesajen di atasnya agar anak-anak mereka tidak ikut ditelan Batara Kala yang sedang murka.

Di sebagian masyarakat India dan Jepang, mitos ini dihubungkan dengan terjadinya bencana besar, kekerasan, kekacauan dan wabah. Karenanya digelar ritual doa-doa, mandi, puasa  dan ritual-ritual suci lainnya, selain manusia juga diingatkan agar selalu mawas diri ketika terjadi gerhana.  

Bagi para pengamat supranatural dan kebathinan, gerhana matahari dianggap peristiwa alam yang harus diwaspadai. Sedangkan bagi kalangan ilmuan, gerhana matahari merupakan fenomena alam yang menarik untuk dikaji guna memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Sementara dalam konteks religis, gerhana matahari merupakan fenomena yang memperlihatkan keagungan Tuhan. 

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 219
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 432
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 431
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 401
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1158
Rumput Tetangga
Selanjutnya