Pementasan Teater Agora

Citarasa Filsafat di Panggung Teater

| dilihat 2851

AKARPADINEWS.COM | APA jadinya jika proses demokrasi direkayasa dan suksesi maupun kudeta hanya sandiwara? Pertanyaan itu coba diulas dalam sebuah pementasan Teater Agora yang berjudul: Suksesi atau Kudeta yang digelar di Auditorium Gedung IX Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 27-28 April 2015.

Dalam pementasan teater tersebut, Cornelia Agatha melakoni peran sebagai Mami di tempat prostitusi bernama Pondok Mesin Hasrat. Karena terpilih menjadi sekretaris jenderal federasi prostitusi internasional, ia mencari penggantinya yang juga berprofesi sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Pondok Mesin Hasrat.

Pemilihan dilakukan secara demokratis. Dua kandidat ditentukan yakni Mimin dan Kinta. Keduanya dipilih secara langsung oleh PSK-PSK lainnya untuk menjadi pemimpin.Namun, di kala proses suksesi sedang berlangsung, tiba-tiba,Mamidiketahui terlibat kasus suap dengan seorang pejabat. Terungkap pula rencana terselubung di balik suksesi yang berlangsung. Panggung suksesi direkayasa sedemikian rupa. Selain mempertontonkan hasrat berkuasa, teater itu juga menyuguhkan kisah cinta antara PSK Leli dan pemusik Arnok. Dua aktor itu menjadi bumbu manis dalam cerita.

Dalam membuat petunjukan, Teater Agora kerap mengangkat tema-tema bernuansa filosofis dengan pendekatan populer yang bertujuan memberikan perspektif baru tentang sebuah konsep dalam kehidupan bermasyarakat.Sebagai ilmu yang disebut mother of science, filsafat dapat merangkul dan bersinggungan dengan ilmu lainnya. Sebagai ibu, seharusnya filsafat tidak mengekslusifkan diri di menara gading hingga menua dan membosankan.

Ketika filsafat masuk ke dalam ruang lingkup teater, terasa ada kesegaran. Teater dapat menjadi cerminan kehidupan untuk melihat ke dalam diri melalui unsur seni seperti akting, tari, visual, vokal, yang disuguhkan saat pementasan. Dan, ketika filsafat masuk ke teater, maka pertunjukan menjadi lebih hidup.

Namun, di beberapa bagian pertunjukan Suksesi atau Kudeta, dosen filsafat Tommy F Awuy, selaku sutradara dan penulis naskah,masih kurang ‘halus’ memasukkan unsur filsafat dalam pertunjukan ini. Ada di bagian tertentu,di mana unsur filsafat yang dimasukkan,namun masih terasa seperti dunia perkuliahan. Terutama, ketika Profesor Tarjo (Robertus Robet) tengah menjelaskan tentang hak kepemilikan atas tubuh di hadapan para PSK di Pondok Mesin Hasrat.

Namun, upaya untuk melarutkan unsur filsafat dalam kemasan pertunjukan yang sedikit popular merupakan hal yang patut diapresiasi. Upaya semacam ini dapat menciptakan kedekatan antara filsafat dan teater dengan kehidupan masyarakat, agar paradigma khalayak dapat bergeser dan meluaskan pemikirannya sehingga tema-tema filosofis tidak lagi (dianggap) berjarak terlalu jauh dari realitas.

Eksistensi Pelacur dan Persoalan Hasrat

“Tubuh adalah sumber hasrat,” ucap Tarjo dalam pelatihan manajemen kepemimpinan yang harus diikuti para PSK di Pondok Mesin Hasrat. Dalam pelatihan itu, ia menjelaskan tentang kepemilikan atas tubuh. PSK sebagai pemuas hasrat yang keberadaannya bukan karena kehendak sendiri, merupakan tubuh-tubuh yang tereksploitasi. Tubuh terjebak dalam kalkulasi perhitungan ekonomi. Berhubungan seksual menjadi sebuah pekerjaan, tidak melibatkan hati. Tubuh para pelacur itu laksana mesin.

Di kala Tarjo memberikan penjelasan yang terkesan akademis, seorang PSK bernama Ceria nyeletuk, “Aku mengangkang, maka aku ada” menjadi satu kalimat yang cukup mencengangkan. Kalimat plesetan dari ungkapan “Aku berpikir maka aku ada” (Cogito ergo sum) dari filsuf Rene Descartes itu sontak membuat penonton tertawa. Kalimat itu mencerminkaneksistensi seorang PSK yang melulu pada alat vital. Eksistensinya ditentukan dari kemahiran PSK memuaskan pelanggan.

Ketidakadilan berlapis itu terpaksa harus diterima kaum terpinggir tersebut, dari mulai tak bisa memiliki tubuh sendiri, sampai pandangan masyarakat yang menistakan keberadaan mereka. Bicara soal hasrat tentu juga berkaitan dengan persoalan hasrat berkuasa. Manusia senantiasa bermain dengan hasrat, memproduksinya, memanipulasinya, bahkan terkadang dibutakan oleh hasrat. Karenanya sangat mungkin seorang pemimpin menjadi aktor yang handal dan pintar berpura-pura. Mereka adalah aktor dan politik menjadi panggung teater para aktor. Dunia politik tak ubahnya panggung sandiwara sehingga yang layak dipercaya hanyalah kepalsuan.

April Dhina

 

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 246
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 469
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 463
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 434
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 252
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 424
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 270
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya