Bahasa Leluhur Jangan Meluntur

| dilihat 2988

AKARPADINEWS.COM| Indonesia merupakan negara yang terdiri dari aneka ragam suku. Realitas sosiologis itu menjadi ciri khas yang membedakan Indonesia dengan negara lain. Uniknya, keanekaragaman suku itu disertai dengan kekayaan budaya sebagai identitasnya. Salah satu kekayaan budaya itu adalah bahasa daerah.

Dr Dwi Puspitorini, M Hum, dosen Linguistik di Program Studi Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) mengatakan, bahasa daerah merupakan kekayaan yang dimiliki Indonesia jauh sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Kekayaan tersebut merupakan wajah dari apa yang disebut Indonesia. Bahasa daerah memiliki fungsi sebagai sumber kekuatan persatuan Indonesia,” ungkapnya.

Namun, keberadaan bahasa daerah semakin tereduksi oleh bahasa nasional, termasuk bahasa asing yang menyusup dalam proses interaksi antar anggota masyarakat di Indonesia. Bahasa nasional sebagai instrumen pemersatu mengharuskan setiap warga masyarakat Indonesia menguasainya. Bahasa Indonesia menjadi media yang menjembatani komunikasi antar etnis yang berlatarbelakang corak budaya dan identitas yang berbeda. Sementara bahasa asing seperti bahasa Inggris mempengarui proses komunikasi seiring perkembangan globalisasi, di mana bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa internasional.

Akan tetapi, bagi Dwi, keberadaan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, tidak saling melemahkan. “Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan fungsi bahasa daerah sebagai identitas kelokalan suku-suku di Indonesia, tidak saling melemahkan satu sama lain,” ucap dosen pengampu mata kuliah Morfologi Sintaksis Jawa tersebut.

Hal yang paling melemahkan posisi bahasa daerah, Dwi berpendapat, karena sikap kurangnya kesadaran para penutur bahasa daerah, masyarakat pengguna bahasa daerah, dan kebijakan pemerintah. “Kurangnya kesadaran tentang peran penting bahasa daerah menjadi sumber utama permasalahan tersebut,” paparnya.

Hal itu tentu tidak dapat dibiarkan karena mengancam eksistensi bahasa daerah. Setidaknya, temuan dari Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Maluku Utara, menunjukan, bahasa daerah makin tersingkir. Dari hasil penelitian yang dilakukan Fakultas Sastra dan Budaya Unkhair seperti dikutip Antara (7/10), ada 32 bahasa daerah di Maluku Utara yang mulai mengalami kepunahan. Temuan itu tentu memprihatinkan.

Menurut Dwi, faktor kepunahan bahasa daerah disebabkan sikap penutur bahasa daerah itu sendiri. “Orang tua yang masih mampu berbahasa daerah, tidak merasa perlu memberdayakan anak-anaknya dengan berbahasa daerah yang memadai. Orang tua berpikir, kemampuan berbahasa Indonesia dan berbahasa asing lebih menjamin masa depan anak,” papar perempuan kelahiran Magelang, 11 Oktober 1964 tersebut. Dwi menilai, bahasa daerah diidentikan dengan kekunoan, sedangkan bahasa Indonesia dan bahasa asing identik dengan kekinian.

Perilaku penutur yang memandang sebelah mata bahasa daerah itu tidak hanya melunturkan keberadaan bahasa daerah. Namun, juga mengancam eksistensi kebudayaan lokalnya. Karena, sikap yang meremehkan bahasa daerah cenderung disertai pola perilaku yang menempatkan budaya asing sebagai sesuatu yang modern. Sedangkan tradisi dan budaya daerah sebagai sesuatu yang kuno dan tidak “gaul”.

Bahasa dan budaya daerah seharusnya dimaknai sebagai kekayaan intelektualitas dan karakter etnisitas. Dwi menegaskan, bahasa daerah adalah mental tools atau piranti batin yang berguna untuk mengembangkan kemampuan berpikir pada tahap tertinggi, seperti menganalisa, mengevaluasi, dan mensintesa. "Bahasa ibu adalah bekal seumur hidup anak yang berperan dalam keseluruhan hidup anak. Bahasa asing adalah bekal anak pada masa dewasa yang dapat diberikan setelah fondasi bahasa ibu terbentuk,” jelasnya.

Dengan berkembangnya kemampuan penguasaan bahasa ibu, maka generasi muda Indonesia akan memiliki ciri khas dalam berpikir yang membedakannya dengan bangsa lainnya. Hal itu juga akan memberikan warna tersendiri dalam menghadapi tantangan di era globalisasi saat ini. Dengan begitu, generasi muda Indonesia tidak sekedar sebagai pengikut semata. Namun juga dapat menjadi generasi pioneer dan intelek yang berbasis kultural.

Karenanya, pembelajaran bahasa daerah bagi generasi muda merupakan hal penting. “Jadi peran bahasa daerah harus dilihat dari peran penting bahasa ibu. Banyak orang tua tidak menyadari betapa besarnya peran bahasa ibu bagi perkembangan mental anak,” kata ibu dua orang anak tersebut. Dia menyesalkan orang tua yang menjejali anak-anaknya dengan bahasa asing sejak dini. "Padahal yang dibutuhkan anak adalah bahasa ibu, bukan bahasa asing,” ujarnya.

Untuk menguasai bahasa asing, Dwi berpendapat, generasi muda Indonesia harusnya memiliki fondasi bahasa ibu terlebih dahulu sehingga proses tumbuh kembang anak sejalan dengan lingkungan masyarakat Indonesia. Di beberapa negara maju, menurut Dwi, bahasa asing baru diajarkan kepada anak-anak ketika mereka menginjak sekolah menengah. Sedangkan untuk anak-anak di sekolah dasar, diutamakan pengajaran bahasa ibu. “Mereka tidak memerlukan waktu yang lama untuk mampu menguasai bahasa asing karena fondasi bahasa ibu sudah kokoh,” tuturnya.

Bahasa daerah merupakan piranti batin yang mengajarkan generasi muda untuk tetap memiliki rasa budaya ke-Indonesia-an. Karenanya, pembelajaran bahasa daerah harus sama pentingnya dengan pembelajaran bahasa Indonesia dan jauh lebih penting dari pembelajaran bahasa asing pada level pendidikan dasar.

Untuk membangun kesadaran itu, tidaklah mudah. Dibutuhkan komitmen bersama masyarakat beserta pemerintah sehingga dapat terjadi perubahan cara pandang soal bahasa daerah. Lalu, perlu dibangun kesadaran untuk menyingkirkan stigma kekunoan sehingga bahasa daerah digunakan sebagai bagian dalam aktivitas masyarakat modern saat ini.

Peran pemerintah untuk mencegah kepunahan bahasa daerah sangat penting. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah seperti memasukan mata pelajaran bahasa daerah dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta menetapkan bulan Oktober sebagai bulan bahasa.

Dwi menilai, sekecil apapun upaya yang dilakukan untuk memartabatkan bahasa daerah dan bahasa Indonesia pasti ada manfaatnya. Tetapi, Dwi mempertanyaan keseriusan pemerintah dalam pencanangan bulan bahasa. "Apakah kegiatan tersebut dilakukan hanya sekadar kegiatan rutin, terkait dengan penyerapan dana yang sudah direncanakan setiap tahun, atau dilakukan secara serius dengan menilai hasil yang dicapai setiap tahun?" ucapnya.

Dwi menekankan perlunya pemberdayaan penuturnya di dalam sebuah keluarga. "Jadi, kalau pemerintah berniat melakukan upaya pemeliharaan bahasa daerah, lakukakan melalui pemberdayaan penuturnya, dalam hal ini orang tua,” katanya.

Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung layak dicontoh. Walikota Bandung, Ridwan Kamil, mencontohkan kebanggaannya menggunakan bahasa daerah. Dia menganggap, penguasaan bahasa daerah sama pentingnya dengan menguasai bahasa asing. Karenanya, Kang Emil, sapaan akrabnya, di setiap hari rabu, mewajibkan masyarakat Bandung menggunakan bahasa Sunda. Sementara di hari Kamis, dia menetapkannya sebagai hari berbahasa Inggris.

Pentingnya menjaga eksistensi bahasa daerah diharapkan menyadarkan masyarakat untuk mengubah cara pandang dalam berbahasa. Masyarakat, khususnya orang tua, harus bangga dengan bahasa yang diwarisi para leluhur dan mentransformasikan kepada anak-anaknya. Dengan begitu, akan muncul generasi yang memiliki identitas keindonesiaan.

Muhammad Khairil

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 498
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1581
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1372
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 918
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1411
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1557
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya